Rabu,
5 Desember
Dear
Diary,
Udah beberapa hari ini gue ga bisa
menjelaskan gimana rasanya sekelas sama mantan pacar. Terkadang kita udah kaya orang
asing yang baru kenal satu sama lain. BT banget ! Pengen deh gue pindah kelas
kalau harus kaya gini terus. Mantan gue juga kayanya biasa saja ngadepin semua
ini. Jelas lha, dia kan cwo...sedangkan gue ??? Hmm...
Biarin
aja deh semua berjalan apa adanya, toh gue juga ga bisa berbuat apa-apa...
___________________________________________________________________________
“gue
bener-bener ga tau apa dia masih sayang atau ga sama gue.” ujar Monic sembari
menutup buku diary-nya. Monic cenderung menuangkan expresinya dengan menulis buku diary.
Monic adalah seorang gadis yang baik hati,
ramah, dan murah senyum kepada orang-orang disekitarnya. Dia juga seorang murid
yang sangat cerdas di sekolahnya. Sudah beberapa piagam dia peroleh dari hasil
prestasinya selama bersekolah di SMP Swasta yang lumayan ternama didaerahnya
itu.
Malam
semakin larut, akhirnya Monic memutuskan untuk segera tidur, karena dia tau
besok dia masih harus masuk sekolah seperti biasa.
*****
Keesokan
harinya...
Suasana Ulangan Umum Semester 2 masih
sangat jelas terasa. Begitu pula dengan apa yang dirasakan Monic. Setidaknya dia
agak lega, karena untuk beberapa hari ini dia tidak perlu satu ruangan dengan
Randy, mantan pacarnya itu.
“Hai
semua... J” sapa Monic yang berjalan menuju Ruang
2, ruangan ke-2 sahabatnya, Vina dan Lisna.
“Vina kenapa ?” tanya Monic dengan
wajah penasarannya.
“Vina sakit perut, Nic...” jawab
Lisna karena Vina masih saja diam seribu bahasa.
“Hmm...Kalo makan cokelat kira-kira
bisa sembuh ga ya ???” ledek Monic sembari menatap temannya itu.
Vina
pun membalas tatapan Monic dan segera mengangguk sambil tersenyum. Monic sangat
tau apa yang disuka dan apa yang tidak disuka dari ke-4 sahabatnya. Begitu pula
yang lainnya, mereka sudah mengetahui jelas tentang satu sama lain diantara
mereka.
Monic
bergegas untuk kembali ke ruangan, tapi sebelumnya tidak lupa ia memberi suport
khusus untuk Vina dan Lisna. Tidak lama kemudian, bel pun berdering sangat
kencang sehingga memekakkan telinga. Para murid memasuki ruangannya masing-masing,
tidak terkecuali Monic.
Monic
segera duduk dan menyiapkan alat
tulis yang diperlukannya nanti. Tiba-tiba di Ruang 1, ruang dimana Monic berada
menjadi hening seketika karena masuknya
guru pengawas. Para murid segera menyiapkan alat tulis mereka lalu menaruh tas
mereka di depan kelas sesuai dengan peraturan yang sudah ditentukan.
Ulangan
pertama hari ini terasa sangat lama sekali bagi para murid, termasuk Monic. Monic
tidak henti-hentinya memandangi jam yang ada di ruangan tersebut. Tak sabar ia
menunggu waktu istirahat tiba.
“Duh...lama banget sih belnya ?”
gumam Monic dalam hati.
Tak lama kemudian, bel istirahat pun
berbunyi.
“
Akhirnya !” seru Monic. Monic langsung menyambar tasnya dan segera keluar dari
ruangan itu.
“Lisna !!!” teriak Monic sembari
berlari menghampiri Lisna.
“Iia...” seru Lisna.
“Hehehe”
Monic hanya menunjukkan senyuman manisnya.
“Gimana
tadi ulangannya ? Susah ga ?” tanya Lisna.
“Lumayan, na...” jawab Monic sembari
mengambil buku Tata Boga untuk mempersiapkan ulangan berikutnya.
Sementara sedang asik ngobrol dengan
Lisna, Monic tidak menyadari bahwa Ivan dan Randy sudah berdiri tepat
disampingnya.
“Nic,ni uang lo...Makasih ya...”
ujar Ivan sambil memberikan uang itu kepada Monic. Tetapi, Monic kalah cepat
dengan Randy. Randy mulai dengan kejahilannya lagi, dia mengambil uang Monic
yang dipinjam Ivan dan baru saja ingin dikembalikan.
“Aduh
Randy...balikin donk uang gue !!! Randy...” rengek Monic kepada mantan pacarnya
itu. Randy memang suka jahil, apa lagi kalau sama cewek, tidak terkecuali
mantan pacarnya ini.
Randy segera berlari dengan membawa
uang Monic. Mau tidak mau, Monic pun mengejar Randy agar bisa mendapatkan
uangnya kembali. Randy terus berlari, bahkan lebih kencang lagi. Monic tidak
menyerah, dia masih saja bersih keras untuk mengejar Randy hingga dapat.
Keduanya pun nampak kelelahan.
Melihat Monic yang sudah kelelahan
mengejar Randy, Lisna pun segera memanggil keduanya. Dia mempunyai rencana
untuk membantu sahabatnya itu. Setelah dipanggil, Monic dan Randy segera
menghampiri Lisna dengan nafas yang naik-turun akibat kejar-kejaran tadi.
“Randy, gue tau lo pernah janji kan
sama Monic, kalau lo ga mau nyontek lagi ?” tanya Lisna.
Monic kaget mendengar ucapan
sahabatnya itu. Ternyata Lisna masih mengingat semua kenangan saat mereka berdua
masih pacaran dulu. Begitu pula dengan Randy, dia sangat kaget mendengar
kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Lisna.
“Trus
kenapa ?” tanya Randy.
“Gue
yakin kok lo udah tau jawabannya sendiri.” jawab Lisna singkat.
“Iyee...gue
tau tadi gue nyontek...” Randy pun mengakui bahwa tadi dia menyontek.
“Nah,
berarti kan lo udah ngebohongin Monic, lo ga kasian apa sama dia ? Belum lagi
lo ngebiarin dia ngejar-ngejar lo kaya tadi ? Walaupun lo sama Monic udah
putus, tapi gue yakin kok kalo lo berdua pasti masih saling sayang” ujar Lisna
yang langsung menatap bola mata kedua temannya itu.
Monic
dan Randy benar-benar kaget mendengar ucapan Lisna. Lisna begitu mempedulikan
perasaan sahabatnya itu, dia tidak mau melihat Monic sedih terus karena sudah
putus dengan Randy.
“Lo
bener, Na. Gue tau, gue pasti udah buat Monic kecewa banget sama gue. Gue juga
masih sayang banget sama lo, Nic. Tapi gue tau, kalo hubungan kita ini memang
bener-bener ga bisa di lanjutin lagi. Maafin gue ya, Nic. Gue yakin, kalo kita
jodoh, Tuhan pasti bakal nyatuin kita lagi.” ujar Randy.
Mendengar
kata-kata Randy barusan, air mata Monic pun jatuh membasahi pipinya. Randy pun
segera memeluk mantan pacarnya itu. Lisna sangat terharu melihat sahabatnya
harus seperti ini. Tapi dia yakin, Monic pasti bisa melalui semua itu, karena
Monic bukanlah sosok perempuan yang lemah, tetapi Monic adalah sosok perempuan
yang tegar dalam menghadapi apapun.
Usai
memeluk mantannya itu, Randy segera mengembalikan uang Monic dan meminta maaf. Monic
pun membalas semuanya itu dengan senyuman manis.
Bel
masuk pun berbunyi. Para murid segera memasuki kelasnya masing-masing, begitu
juga dengan Monic, Lisna, dan Randy. Karena kejadian tadi, Monic sampai lupa
membaca buku Tata Boga yang sedari tadi digenggamnya. Untung saja semalam Monic
sudah mempelajarinya, jadi dia tidak perlu khawatir. Monic memang salah satu
murid yang berprestasi di sekolahnya. Banyak guru-guru yang menyukai dia dan
tidak mau melihat nilai-nilai Monic turun.
Apalagi kalau nilainya turun hanya karena pacaran.
*****
Waktu
semakin siang. Monic dan teman-temannya sudah pulang sekolah. Namun, mereka
belum pulang ke rumah mereka masing-masing, melainkan mereka ngumpul bareng di
kantin Bu Bem. Kantin Bu Bem adalah tempat favorit Monic dan keempat sahabatnya
untuk ngumpul-ngumpul. Disini mereka bisa bercerita, mengeluarkan unek-unek
selama pelajaran, berkeluh kesah, dan sebagainya. Dan yang tidak kalah
pentingnya, kantin Bu Bem juga menjadi tempat idaman Monic dan Randy sewaktu
mereka masih pacaran. Banyak sekali kenangan indah yang mereka habiskan di
kantin Bu Bem ini.
“Hari
ini panas banget ya.” Marfel membuka pembicaraan. Karena tidak ada seorang pun
dari mereka yang berbicara.
“Iia,
fel. Hari ini hawanya emang lagi panas.” tambah Lisna.
“Nic,
tumben lo diem ? Kenapa ? Cerita donk.” kata Vina yang mulai penasaran dengan
sikap sahabatnya yang satu ini.
“Gapapa
kok, Vin. Gue cuma kepikiran kejadian pas istirahat tadi aja.”
“Emang
kenapa tadi pas istirahat ?” tanya Vina lagi dengan nada suara tinggi.
“Randy meluk gue.” jawab Monic
dengan singkat.
Lisna
hanya bisa memandangi sahabatnya yang satu itu. Dia tidak berani untuk
berkomentar. Begitu pula dengan Marfel, kali ini dia hanya diam mendengar
jawaban Monic. Biasanya, dia yang selalu meledek sahabatnya itu. Karena
diantara mereka, yang paling suka ceplas-ceplos adalah Marfel. Mungkin karena
dia cwo sendiri dalam persahabatan mereka. Tapi, itu semua tidak menjadi
penghalang bagi mereka untuk tetap menkjalin persahabatan.
“Ya
udah, ga usah dipikirin lagi ya. Kita semua juga tau kan kalo lo sama dia itu
masih saling sayang. Tapi gue yakin kok, lo pasti bisa ngelewatin ini semua.”
Vina memberi semangat untuk sahabatnya itu.
Lisna
dan Marfel segera menanggapi apa yang diucapkan Vina barusan dengan senyuman.
“Iia,
makasih ya, karena kalian semua selalu ada disaat gue membutuhkan suport. Gue
sayang sama kalian semua.” kata Monic.
“Itu
gunanya sahabat, selalu ada disaat sahabatnya membutuhkan bantuan.” tambah
Marfel.
“Kalo
gitu, kita pulang sekarang aja yuu... Besok kan kita masih ada ulangan.” kata
Lisna kepada sahabat-sahabatnya itu.
Semuanya
mengangguk. Menandakan mereka setuju untuk segera pulang. Karena besok mereka
masih ada ulangan dan harus segera mempersiapkan itu semua.
Akhirnya
mereka pun berpamitan kepada Bu Bem, si pemilik kantin dan berjalan menuju
pintu gerbang sekolah bersama-sama. Sesampainya di pintu gerbang, mereka berpisah.
Kali ini Monic memutuskan untuk berjalan kaki, karena dia mau mampir ke tempat
foto copyan yang tidak jauh dari sekolah.
Sepanjang
perjalanan, Monic masih terus memikirkan kejadian sewaktu istirahat tadi. Dia
masih tidak percaya kalau mantan pacarnya tadi memeluk dia dan meminta maaf.
Monic sangat senang karena dia bisa melihat sosok Randy yang dia kenal dulu
sewaktu pacaran dengannya. Karena sedang asik dengan lamunannya, Monic tidak
sadar bahwa tepat di sebelahnya sekarang ada Randy, mantan pacarnya itu. Monic tersadar
dari lamunanya dan mendapati Randy sedang berjalan menemani dia sampai ke
tempat foto copyan.
“Lho,
lo belum pulang ?” tanya Monic.
“Belum.
Tadi abis mampir sebentar ke rumahnya Ivan. Terus pas gue balik lagi ke
sekolah, gue liat lo lagi jalan sendirian sambil ngelamun. Ya udah, gue susul
aja.” kata Randy.
“Ooh.
Pulang gih sana. Istirahat, makan, abis itu belajar.” suru Monic.
“Lo
masih kaya dulu ya, Nic. Masih perhatian sama gue, sedangkan lo ga perhatiin
diri lo sendiri. Liat ga tadi lo gimana di jalan ? Lo ngelamun. Bahaya, Nic
ngelamun sambil jalan. Kalo nanti ada kendaraan yang nyerempet lo gimana ?” ujar
Randy.
“Iia-iia.
Gue tau gue salah. Gue uda ngelamun di jalan. Tapi, apa lo tau, apa yang lagi
gue pikirin sepanjang perjalan tadi ?” tanya Monic.
“Nggak.
Emang apaan ?” Randy jadi penasaran.
“Lo
!!! Lo yang lagi gue pikirin, Ran.” jawab Monic.
“Gue
?” tanya Randy.
“Iya.
Siapa lagi coba ?” jawab Monic.
“Monic.”
seru Randy sambil menggenggam kedua tangan Monic dan menatap kedua bola mata
mantanya itu.
Monic tidak kuat lagi. Dia meneteskan
air mata. Monic masih sangat menyayangi Randy. Dia tidak mengira bahwa Randy
masih menaruh perhatian terhadapnya. Saat itu, Monic sangat berharap bahwa dia
bisa kembali seperti dulu lagi bersama Randy. Tetapi dia tahu, itu semua tidak
akan mungkin terjadi. Monic segera melepaskan tangannya dari genggaman Randy.
“Sorry, Ran... Gue harus foto copy
buku-buku yang gue pinjem dari perpustakaan.” kata Monic.
“Gue bener-bener masih sayang
banget, Nic sama lo. Tapi, kenapa ini semua harus terjadi sama kita ? Kenapa
kita ga bisa bersama lagi kaya dulu ? Kenapa ?” ujar Randy dengan perasaan yang
sangat kecewa dan nada suara yang tidak stabil.
Rendy
sangat sedih dengan apa yang dia alami bersama Monic sekarang ini. Dia dan
Monic sudah tidak bisa bersama lagi karena keluarga Monic yang tidak menyukai
dirinya.
Kisah
cinta antara Monic dan Randy ini sangat ditentang oleh keluarga Monic. Mereka
merasa sudah ditipu oleh kedua anak ini. Selama mereka berhubungan, hubungan
itu tidak pernah di ketahui oleh keluarga Monic ataupun Randy. Mereka menjalin
hubungan backstreet dari keluarganya. Ini semua di karenakan Monic belum boleh
pacaran dulu sebelum lulus SMA. Maka mereka pun mengambil jalan untuk
backstreet. Namun, keberuntungan memang sedang tidak ada di pihak mereka. Suatu
saat, tantenya Monic melihat Monic sedang jalan berdua dengan Randy. Tantenya
Monic langsung memberitahu kedua orang tua Monic. Mereka sangat marah dan
melarang Monic untuk tidak berhubungan lagi dengan Randy.
“Udah lha, Ran. Yang udah berlalu
biarlah berlalu. Ga usah kita inget-inget lagi. Biarin aja itu semua menjadi
kenangan kita berdua.” kata Monic dengan berat hati. Sulit bagi dirinya untuk
mengeluarkan kata-kata seperti itu. Tapi, itu semua harus dia katakan.
“Pasti, Nic. Itu semua akan menjadi
kenangan indah gue bersama lo, orang yang gue sayang. Dan gue mau lo tau, bahwa
sampai kapanpun gue akan tetap menyayangi lo, Nic. Terserah lo mau percaya atau
ga. Karena semua kata-kata yang keluar dari mulut gue ini murni dari dalam hati
gue, Nic. Ya udah kalo gitu, gue pulang duluan ya. Jaga diri lo baik-baik.
Terus, ati-ati nanti kalo udah mau pulang. Dan inget, jangan ngelamun kalo lagi
di jalan.” seru Randy dan segera meninggalkan Monic.
Monic hanya bisa terdiam mendengar
kata-kata yang keluar dari mulut Randy tadi. Setelah selesai foto copy, Monic
pun langsung pulang ke rumah. Dan dia berjanji dalam hati, bahwa semua kejadian
yang pernah dia alami bersama Randy, baik yang sudah berlalu ataupun yang baru
saja terjadi, akan dia simpan baik-baik dalam sebuah kotak di hati kecilnya.
END